Selasa, 14 April 2009

Santai Sejenak


Haram dan diharamkan


Suatu ketika, saya dan keponakan, yang usianya baru 6,5 tahun, sedang menyaksikan acara Ramadhan di televisi. Acara tersebut memuat liputan tentang daging glonggongan atau daging busuk yang dijual lagi di pasar. Sangat jelas bahwa daging-daging itu haram dimakan oleh manusia, baik dari segi agama maupun kesehatan. Tiba-tiba saja ponakan saya bertanya, 
“Tante, berarti telur juga haram dong?” Tanya dia. Saya heran dan sambil mengernyitkan alis, “Telur? Haram? Ya nggak lah, telur kan halal dimakan,” saya mencoba menjelaskan. “Nggak Tan, telur itu juga diharamkan,” katanya mempertahankan pendapatnya. Saya balik bertanya, “Kok bisa, dari mana coba?”.
 “Terus, telur supaya pecah dan jadi anak ayam, diharamkan oleh mamanya ayam kan?” jelasnya lagi dengan polos.
Seketika itu, meledaklah tawa saya. Ooo…maksudnya dierami toh? Perlahan saya jelaskan lagi kalau haram dengan haramnya telur itu berbeda. Hanya saja pengucapannya dari bahasa Banjar dan bahasa Indonesia yang sama. 

Eram, meng.e.ram: duduk mendekam untuk memanaskan telur agar menetas (ayam, burung)

Di dekati malah menjauh

Suatu siang, saya berangkat untuk menjemput ponakan yang pulang dari sekolah. Naik motor, denagn ponakan yang duduk di depan sangat bersemangat. Perjalanan yang kami lewati mulai dari kota Martapura ke Banjarbaru, arah Sungai Ulin. Di pinggir jalan masih banyak pepohonan dan pemandangan di depan tergugus pegunungan Meratus. Ia bercerita mengenai hari-harinya di sekolah. Saya hanya menjadi pendengar dan geli sendiri mendengar celotehannya. Sembari sesekali menjawab celotehannya, karena harus konsentrasi di jalan. Di tengah perjalanan, ia bertanya, "Tan, kenapa ya gunung kelihatan dari jauh, tetapi semakin di dekati malah tambah jauh? Ovi ingat waktu kita tamasya ke Mandiangin*, dikira deket gunungnya...eh ternyata jauh" seketika itu saya jadi bingung dan berpikir. Pertanyaan yang simpel dari anak seusianya, bahkan menurut saya sangat ilmiah sekali. Kemudian saya mencoba menjawab, sebisa mungkin agar bisa dipahami oleh keponakan saya itu. "Ya, karena gunung itu tinggi, jadi kelihatan dekat tapi kalau didekati jaraknya menjadi jauh. Sama juga bulan, dilihat dari sini (bumi) dekat. Padahal jauh dan jaraknya ribuan kilometer," saya mencoba menerangkan. "Ooo, gitu ya Tan?" ia mengangguk pertanda mengerti. Lucu juga ponakan saya itu, baru kelas 1 SD, pertanyaan polos tapi sangat mendalam sekali.  

*Mandiangin : Salah satu objek wisata di Kalsel

Tidak ada komentar: